Header Ads

Latihan Fisik dan Sistem Energi

Latihan Fisik dan Sistem Energi. Salam Sobat pembaca dunia olahraga. Gerak (movement) sebagai suatu perilaku sistem tubuh yang merupakan ciri kehidupan yang meliputi unsur dasar fisik dan psikis, dan dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup manusia sangat berhubungan dengan aktivitas.

Dalam kamus Sport Science and Medicine, aktivitas (activity) berarti the ability of a substance to react with another, or the attitude which is expressed in behaviour (Kent, 1994). Bagian dari aktivitas adalah, aktivitas fisik (physical activity) yakni, as any bodily movement produced by skeletal muscles that results in energy expenditure (Nieman, 1993). Selanjutnya dijelaskan bahwa, exercise is a physical activity that is planned, structured, repetitive, and purposive in the sense that improvement or maintenance of physical fitness is an objective.

Oleh karena aktivitas fisik yang berbentuk latihan (exercise) diprogram secara sistematis, berulang dan bertujuan yang diberikan untuk meningkatkan dan memperbaiki kesehatan fisik (kualitas fisik), maka kemudian disebut program latihan fisik (physical training), yang hasilnya dapat diamati dan diukur.

Program latihan fisik

Program latihan fisik diambil dari istilah physical training. Training dalam kamus Webster, adalah action or method of one that trains, sedangkan trains berarti a series of event or condition. Sedangkan batasan training menurut Bouchard (1990) adalah, repetitive bout of exercise. Demikan juga dalam kamus Sport Science and Medicine, tertulis bahwa, training includes conditioning, specific technical training, and psychological preparation (Kent, 1994). Oleh karena training, adalah latihan berulang yang terprogram, maka dalam physical training terkandung unsur ulangan latihan fisik, dan   adanya   program yang disusun untuk tujuan tertentu.

Apapun bentuk latihan fisik dengan pemberian dosis yang adekuat (yang sesuai), senantiasa akan memberikan perubahan pada semua sistem tubuh. Perubahan yang terjadi pada waktu latihan sedang berlangsung disebut respons, sedang perubahan akibat program pemberian dosis latihan, disebut adaptasi. Sampai sekarang latihan fisik telah dikembangkan untuk berbagai tujuan yakni; untuk tujuan rekreasi, kebugaran fisik, kompetisi, dan untuk tujuan rehabilitasi.

Prinsip-prinsip Latihan

Secara mendasar terdapat empat tahapan aktivitas bagi setiap individu yang akan melakukan latihan fisik, yaitu latihan peregangan (stretching), latihan pemanasan (warm-up), pelaksanaan latihan (latihan inti) dan latihan yang ditujukan untuk pendinginan atau pemulihan. Penjelasan prinsip dasar dalam latihan sebagai berikut. 

a. Prinsip beban lebih (Overload principles)

Dosis latihan yang diberikan harus melebihi dosis awal pada setiap program siklus mikro. Dengan kata lain, setiap hari latihan terdapat seri latihan dengan beban melebihi kapasitas ambang (threshold capacity), setelah itu beban diturunkan untuk menghadapi beban yang lebih tinggi pada hari berikutnya. Hari terakhir pada siklus mikro, beban latihan diturunkan lebih rendah dibanding hari sebelumnya. Jika siklus mikro ditetapkan 6 hari, maka hari ke 5 terdapat pemuncakan dan hari ke 6 merupakan penurunan beban lebih rendah dibanding seluruh  seri  latihan  pada  hari  ke  5.  Makna  penting  yang  harus  disimak,  bahwa pada setiap siklus mirko terdapat seri latihan dengan beban meningkat dan melebihi   threshold capasity yang dicapai oleh setiap individu.

b. Prinsip individual (The principles of individuality)

Aktivitas fisik yang akan diterapkan harus mempertimbangkan kondisi dan kemampuan tubuh, baik di tingkat organ maupun tingkat seluler serta tidak mengabaikan faktor kesenangan. Hakekatnya kemampuan individu itu tidak sama. Dengan demikian penerapan prinsip ini akan menghasilkan adaptasi individual yang sangat dipengaruhi oleh faktor genetik setiap orang (misal: jenis serabut otot yang dimiliki).

c. Prinsip kekhususan (The principles of   specificity)

Dosis latihan fisik harus diberikan sesuai dengan tujuan pengkondisian tubuh sesuai dengan karakteristik cabang olahraga. Misalnya, pengkondisian untuk cabang olahraga renang, berbeda dengan cabang olahraga loncat indah. Bahkan pada olahraga renang terdapat jenis latihan khusus untuk para perenang yang disiapkan pada jarak pendek dan perenang yang hanya dipersipkan untuk renang jarak jauh. Spesifisitas tersebut dapat meliputi tujuan awal pengkondisian, faktor genetik, jenis latihan, dan kondisi emosi individu yang akan dilatih.

d. Prinsip latihan beraturan (The principles of arrangement of exercises)

Penerapan dosis latihan fisik harus disesuaikan dengan tujuan dalam rencana program yang telah dibuat (the annual plan). Tujuan tersebut terdiri dari; Pertama, preparations yang meliputi general preparation dan specific preparation; Kedua, kompetisi yang meliputi persiapan kompetisi, dan kompetisi puncak (main competition); Ketiga, transisi, yang berarti upaya pemeliharaan kondisi yang telah dicapai sebelumnya. Tahapan tersebut dinamakan periodesasi latihan. Tahapan terakhir ini oleh Fox (1993), dianggap sangat penting seperti dinyatakan: How can be the benefits gained   from training be best maintained ?

e. Prinsip pulih asal (The principles of recovery)

Setelah penerapan dosis latihan fisik, individu yang mencapai tingkat tidak melebihi kapasitas ambang kemampuannya (threshold capacity), maka pulih asal digunakan untuk mengembalikan seluruh fungsi sistem tubuh. Menurut Rushall (1992), fungsi ini meliputi fungsi fisiologis dan psikologis. Oleh karena kelelahan juga melibatkan kedua fungsi tersebut, maka pemberian waktu istirahat (recovery) ditujukan untuk mengembalikan fungsi yang lebih dominan. Kelelahan fisik dapat diamati secara psikis melalui perilaku individu saat latihan. Indikator perilaku tersebut, tercermin pada keadaan emosi (mood) maupun sikap (attitude) meliputi timbulnya keraguan untuk melakukan aktivitas pemanasan, tetap duduk dan jarang tersenyum pada saat sesudah maupun ketika akan diberikan stresor berikutnya. Oleh karena itu perlu diberikan fase istirahat agar dosis latihan fisik yang diprogram dapat berlanjut sampai selesai tanpa keluhan yang berarti.

Dosis latihan fisik (DLF)

Stimulator fungsi organ tubuh tidak hanya dapat ditimbulkan oleh aktivitas fisik, atau tidak semua aktivitas fisik dapat menimbulkan stimulator. Oleh karena itu, besarnya beban latihan fisik perlu dikaji sebelum diaplikasi dalam program latihan. Berbagai hasil penelitian menyimpulkan, bahwa penerapan suatu beban dalam program latihan fisik yang adekuat memberikan pengaruh terhadap fungsi sistem tubuh, dan dapat diukur. Atas dasar fakta tersebut, maka sudah tentu terdapat berbagai   wawasan   untuk   memanipulasi   beban   yang   adekuat   untuk   suatu   tujuan pengukuran, yang selanjutnya beban tersebut memiliki peran dan dinamakan dosis latihan fisik (DLF). Selanjutnya DLF harus memenuhi berbagai faktor yaitu; durasi latihan, intensitas latihan, frekuensi latihan, dan bentuk latihan
a)    Durasi latihan
Durasi latihan berarti lamanya waktu yang dibutuhkan sampai latihan berakhir. Durasi latihan dipengaruhi oleh intensitas latihan dan kondisi awal individu. Durasi minimal 15 menit setiap kali latihan dianjurkan dalam upaya untuk meningkatkan kesehatan.
b)    Intensitas latihan
Intensitas latihan berarti jumlah beban kerja latihan. Jumlah dan kualitas beban kerja yang dapat memberikan manfaat terhadap sistem tubuh. Intensitas latihan dapat ditetapkan melalui metode asam laktat, pengukuran respons kardiovaskuler terhadap latihan atau berdasarkan ambang anaerobik. Bompa (1994) merinci intensitas latihan menjadi, intensitas bagian (partial intensity, Pi), dan intensitas keseluruhan    (overall    intensity,    OI).    Besarnya    Pi,    dapat    dihitung    melalui persamaan berikut.

Intensitas latihan
Latihan harus diberikan melebihi ambang latihan (training threshold). Jika indikator intensitas latihan menggunakan denyut nadi, maka ambang latihan dapat dihitung   melalui persamaan berikut.
Intensitas latihan

HRt = Heart rate threshold;    HRrest    =    heart    rate resting, dan HRmax = heart rate   maximal (Bompa, 1994).

Komponen penting sebagai penentu tingkat keberhasilan program latihan, adalah; performance intensity (Pe-I) (Bompa, 1994), yang berfungsi sebagai acuan untuk mengontrol besar DLF sebelum diterapkan. Untuk mengetahui kualitas komponen tersebut dan dihitung dengan menggunakan formula berikut: 
Intensitas latihan

Pe-I = performance intensity;   HRtra = heart rate training.


c)    Frekuensi latihan
Frekuensi latihan, dapat diartikan sebagai kepadatan latihan (density of training). Kepadatan latihan tersebut, merupakan hubungan antara kerja dan interval istirahat. Latihan yang seimbang akan menjamin individu terhindar dari kondisi yang melelahkan, karena tercapainya perbandingan optimal antara respons tubuh terhadap DLF dan waktu yang diitetapkan untuk pemulihan.
d)    Bentuk latihan
Dikaitkan dengan metabolisme energi terdapat dua bentuk latihan yaitu; latihan aerobik dan latihan anaerobik    yang   diterapkan    melalui   metode    kontinyu maupun interval. Jadi secara umum hanya ada dua zona latihan yaitu zona aerobik dan anaerobik. Kemudian Janssen (1989), membagi zona latihan tersebut menjadi lima yaitu; zona I adalah recovery training (latihan pemulihan); zona II adalah: extensive aerobic (aerobik ekstensif); zona III adalah: intensive aerobic (aerobik intensif); zona IV adalah: extensive anaerobic (anaerobik ekstensif); dan zona V adalah: intensive anaerobic (anaerobik intensif). Pembagian tersebut juga meliputi intensitas latihan yang digunakan pada setiap zona.

Latihan aerobik intensif

Sesuai dengan (Gambar 9), maka latihan aerobik intensif adalah zona latihan di bawah titik DDN, dengan intensitas (indikator denyut nadi) berkisar 160 - 180 detak per menit. Ini berarti, bahwa batas bawah intensitas latihan tersebut berada 20 satuan di bawah titik DDN atau di bawah titik ambang anaerobik.
kurva latihan aerobik intensif
Dalam upaya untuk mencapai tujuan program latihan, maka latihan aerobik dapat diterapkan melalui berbagai metode.

Metode latihan

a.  Latihan kontinyu (Continuous training)

Dalam kamus Sports Science and Medicine latihan kontinyu sama dengan istilah continuous work, yang berarti latihan yang dilakukan dengan tempo yang tetap menuju kelengkapan kinerja tanpa adanya periode istirahat.
Penerapan metode tersebut dapat mengembangkan sistem energi dominan aerobik, dengan rasio (ATP-PC dan LA : LA dan O2 : O2 = 2 : 8 : 90), yang dapat terjadi jika latihan dilakukan dengan intensitas tinggi. Oleh karena itu disebut dengan istilah continuous fast running. Akan tetapi jika dilakukan dengan intensitas rendah atau continuous slow running, maka perbandingan tersebut di atas menjadi 2 : 5 : 93.

Latihan kontinyu dengan intensitas  85% DNM akan lebih  cepat menghasilkan kelelahan dibanding intensitas di bawahnya. Hal ini berarti, durasi latihan yang digunakan   selama   kinerja   sangat   tergantung   pada   intensitas   latihan.   Semakin tinggi intensitas latihan, berarti semakin pendek waktu yang digunakan.

b. Latihan interval

Latihan interval, adalah suatu metode latihan dengan kinerja berulang dan berlangsung silih berganti antara kerja dan istirahat. Sedangkan Fox (1993) menjelaskan, latihan interval adalah suatu seri ulangan latihan yang diselingi periode istirahat. Periode spesifik yang berhubungan dengan kebutuhan istirahat dapat berupa pemulihan aktif dan pasif.

Sistem Energi

Dalam mekanisme biologis sistem tubuh, ATP berperan sebagai sumber energi untuk seluruh fungsi normal. Otot yang berkontraksi, menghasilkan kerja yang memerlukan energi secara terus menerus. Kegiatan fisik yang diprogram untuk meningkatkan kualitas kinerjanya, akan memerlukan energi yang lebih besar sesuai tingkat pekerjaannya.

Tulisan ini menjelaskan secara rinci berbagai proses penyediaan energi bagi kontraksi otot, mulai dari komponen pembentukan energi (ATP) sampai pada pemanfatannya dalam kinerja fisik. Secara mendasar penyediaan sumber energi latihan dapat berasal dari 3(tiga) sistem, yaitu sistem fosfagen atau sistem ATP-PC, sistem asam laktat (sistem glikolisis) dan sistem aerobik. Dua yang pertama tersebut tergolong dalam sistem anaerobik.

Latihan atau aktifitas fisik dan penyediaan sumber energi pada hakekatnya merupakan variabel yang erat berhubungan secara timbal balik. Keduanya dapat dikembangkan secara bersamaan melalui program latihan yang diatur sedemikian rupa menurut tujuan pengembangan yang direncanakan. Disamping prinsip pengembangannya bersifat individu dan harus meningkat, terdapat juga berbagai metode latihan yang harus diacu untuk efisensi kerja dalam upaya mengembangkan energi predominan pada peningkatan kualitas fisik tertentu. Dalam penerapannya dilapangan, sistem energi selalu dikaitkan kegiatan fisik yang terprogram atau dengan latihan yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas fisik yang diperlukan oleh berbagai cabang olahraga.

Energi Kontraksi Otot

Peranan ATP sebagai sumber energi untuk proses biologik berlangsung secara siklus. Sebenarnya ATP terbentuk dari ADP dan Pi melalui proses fosforilasi yang dirangkai dengan proses oksidasi molekul penghasil energi. Selanjutnya dialirkan ke proses reaksi biologik yang memerlukan energi untuk dihidrolisis menjadi ADP dan Pi, yang sekaligus melepaskan energi yang diperlukan oleh proses tersebut. Demikian seterusnya sehingga terjadi siklus ATP-ADP secara terus menerus.

Salah satu jaingan tubuh yang menggunakan ATP sebagai sumber energi adalah otot, yang digunakan untuk kontraksi sehingga menimbulkan gerak sebagai kinerja fisik. Kandungan ATP paling banyak terdapat dalam sel otot yaitu sekitar 4-6 mM/kg otot dibanding di dalam tubuh lainnya. Namun ATP yang tersedia ini hanya cukup untuk melakukan gerak cepat dan berat selama 3-8 detik. Oleh karena itu kinerja fisik yang lebih lama dari waktu tersebut ATP perlu segera dibentuk kembali. Proses pembentukan ini dapat diperoleh melalui tiga cara, yakni; sistem ATP-PC (phosphagen system); sistem glikolisis (lactic acid system) dan sistem aerobik (aerobic system) yang meliputi oksidasi karbohidrat dan lemak.

Sumber Energi Langsung – ATP

Adenosine triphosphate (ATP) adalah bentuk penggunaan langsung dari energi kimia untuk kerja biologis, termasuk aktivitas biologis otot dan tersimpan dalam sel-sel terutama sel-sel otot.

Struktur kimia ATP (Gambar 1) terdiri dari sejumlah besar molekul adenosin dan tiga kelompok fosfat. Senyawa antara dua grup fosfat terakhir disebut “senyawa kaya energi “ dan bila diuraikan secara kimia (Gambar 2) energi akan dilepaskan sehingga memungkinkan sel untuk melakukan kerja. Semua kerja biologis memerlukan energi langsung yang berasal dari pemecahan ATP. Pemecahan 1 mol ATP dapat menghasilkan energi sebesar 7 – 12 kkal.
molekul ATP
Gambar 1. Adenosin Trifosfat (ATP) terdiri dari molekul adenosin dan tiga komponen penting yang disebut gugus fosfat.(Diterjemahkan dari: Sports Physiology, Richard W.Bowers 1992).
Gambar 2.   ATP dipecah menjadi ADP dan Pi. Energi yang dilepaskan dari hasil pemecahan ATP digunakan untuk kerja biologis. (Diterjemahkan dari: Sports Physiology, Richard W.Bowers 1992).

Didalam tubuh terdapat zat kimia yang membuat otot berkontraksi atau relaksasi. Zat kimia tersebut dinamakan adenosin trifosfat, adenosine triphosphate (ATP). Selama aktivitas otot, senyawa ini diubah menjadi ADP (adenosin difosfat) dan fosfat berenergi tinggi(phosphate inorganic = Pi) seperti pada (Gambar 2) bersamaan dengan mekanisme ini energi siap pakai dibentuk untuk kontraksi otot. Selanjutnya untuk memproduksi kembali (resintesis) ATP bahan dasarnya berasal dari pemecahan bahan makanan dan kreatinfosfat (Phosphocreatin = PC) yang keduanya secara bersamaan dengan energi yang diperlukan dalam reaksi resintesis ATP, (Gambar 3).
Resintesis ATP
Gambar 3. Energi untuk resintesis ATP berasal dari makanan dan kreatinfosfat, dipecah menjadi ADP + Pi dan selanjutnya menjadi ATP. (Diterjemahkan dari: Sports Physiology, Richard W.Bowers 1992).

Jumlah ATP dalam otot sangat terbatas dan oleh karena itu perlu terus dibentuk ATP baru agar sumber energi yang kita miliki tidak segera habis. Walaupun demikian didalam otot terdapat sejumlah sistem yang berfungsi sebagai perbantuan dan secara konstan melakukan resintesis ATP dari ADP. Dengan cara ini jumlah ATP tetap cukup untuk melanjutkan aktivitas selama intensitasnya rendah sampai sedang.

Metabolisme Aerobik dan Anaerobik

Istilah metabolisme tertuju pada seluruh reaksi kimia yang terdapat dalam tubuh, meliputi produksi energi yang berasal dari makanan yang dicerna (seperti perubahan dan penyimpanannya), pertumbuhan dan kerusakan pada jaringan, energi yang terpakai, dan berbagai proses kimia lainnya. Sekarang mari kita konsentrasi pada kandungan energi dan proses penggunaannya yang memungkinkan kinerja atlet cukup mudah dan efisien. Energi diproduksi dan tersimpan dalam bentuk ATP. Metabolisme aerobik menyangkut hasil serangkaian reaksi kimia yang memerlukan oksigen dalam memecah karbohidrat, lemak, protein menjadi karbondioksida dan air. Proses kimia ini disebut oksidasi yang terjadi di mitokondria. Sedangkan metabolisme anaerobik adalah hasil serangkaian reaksi kimia yang tidak memerlukan oksigen atau mekanisme produksi energi (ATP) tanpa oksigen. Terdapat tiga rangkaian pembentukan energi, dua diantara tiga rangkaian reaksi untuk sintesis ATP itu adalah sistem ATP-CP dan sistem asam laktat yang keduanya tergolong anaerobik. Satu rangkaian lainnya adalah termasuk aerobik yaitu sistem oksigen.

Sistem Fosfagen (Sistem ATP-PC)

Selama aktivitas dengan intensitas tinggi penggunaan ATP berlangsung sangat cepat. Fosfatkreatin (creatine phosphate = CP) seperti halnya ATP tersimpan dalam otot yang bila diuraikan akan melepaskan energy. Keduanya tergololng kelompok fosfat dan karena itu maka disebut sistem fosfagen. Energi yang dilepaskan digunakan untuk meresintesis ATP (Gambar 1.5). Rangkaian reaksi gandanya dinyatakan seperti skema berikut:
1.    CP-----► Cr + Pi + Eenrgi
2.    Energi + ADP + Pi-----► ATP

Walaupun rangkaian reaksi tersebut dilihat sederhana, namun di dalam tubuh keadaannya lebih kompleks serta memerlukan adanya enzim. Senyawa protein ini berfungsi mempercepat terjadinya reaksi kimia tertentu, misalnya semua reaksi metabolik dalam tubuh memerlukan enzim termasuk sintesis atau resintesis ATP.

Kandungan ATP dan PC di dalam otot sangat sedikit, diperkirakan hanya 0,3 mol pada wanita, dan 0,6 mol pada pria. Jumlah keseluruhan ATP yang berasal dari sistem fosfagen ini sangat terbatas dan akan terkuras habis dalam kisaran waktu 10 detik pada kinerja super maksimal. Dalam olahraga pasokan energi utama ATP – PC sangat penting pada saat sprint (100 m), lompat dan berbagai keterampilan dengan waktu dalam hitungan detik.
fosfat creatin
Gambar 4. Molekul PC= phospho creatine (kreatinfosfat). (Diterjemahkan dari: Sports Physiology, Richard W.Bowers 1992).
sintesis ATP jadi energi
Gambar 5. Sintesis ATP yang berasal dari PC di sel otot. (Diterjemahkan dari: Sports Physiology, Richard W.Bowers 1992).

Keuntungan penggunaan sistem fosfagen, adalah:
  1. Tidak tergantung kepada rangkaian reaksi yang panjang.
  2. Sistem fosfagen tidak tergantung kepada transport oksigen ke otot yang sedang bekerja.
  3. ATP dan PC tersedia di dalam mekanisme kontraksi otot.

Sistem Asam Laktat

Sistem asam laktat ini disebut juga dengan istilah glikolisis anaerobik (anaerobic glycolysis) yang berarti penguraian glikogen tanpa oksigen. Dalam beberapa referensi dijelaskan bahwa glikolisis anaerobik berarti metabolisme karbohidrat yang tidak sempurna. Secara sederhana dan secara berurutan mekanisme sistem ini terjadi dalam sel otot. Seperti (Gambar 6), penguraian glikogen menghasilkan energi untuk resintensis ATP. Oleh karena produk sampingan pada sistem ini adalah asam laktat (lactic acid) maka disebut juga sistem asam laktat.

Asam laktat yang terakumulasi sangat tinggi dalam darah dan otot dapat menyebabkan kelelahan otot. Hal ini terjadi karena oksigen tidak mencukupi lagi (insufficient) dalam memenuhi kebutuhan oksigen dalam sirkulasi. Walaupun demikian asam laktat masih dapat dikonversi menjadi glukosa. Proses perubahan ini berlangsung di dalam hati yang dikenal dengan istilah Daur Cori.

Melalui sistem ini 180 gram glikogen menghasilkan 3 mol ATP. Rangkaian reaksi ganda pada sistem ini dapat dilukiskan sebagai berikut:
1.   (C6H1206) n------► 2 C3H603 + Energi
       (glycogen)                (lactic acid)

2. Energi + 3 Pi + 3 ADP------►3 ATP
glikolisis anaerobik
Gambar 6. Glikolisis anaerobik (anaerobic glycolysis) dalam sel otot. (Dikutip   dari buku: The Physiological Basis Of Exercise and Sport. 5th edition. Fox EL, Bowers, Foss ML, Iowa: Brown & Benchmark, 1993).

Seperti halnya sistem fosfagen, glikolisis anaerobik merupakan faktor sangat penting dalam aktivitas olahraga terutama dalam fungsinya memberikan energi (ATP) secara cepat. Sebagai contoh; aktivitas olahraga atau latihan dengan pemakaian waktu 1 sampai 3 menit, suplai energinya terutama berasal sistem glikolisis anaerobik. Aktivitas olahraga seperti lari 400 m, 800 m energi yang digunakan tergantung pada sistem ini. Demikian juga saat menjelang akhir pada lomba lari 1500 m, sistem ini berperan untuk kinerja maksimal sampai melewati garis finish.

Asam laktat yang menumpuk di dalam sel otot akan cepat berdifusi ke dalam darah dan dapat menyebabkan kelelahan. Keadaan ini dapat terjadi karena kecepatan suplai oksigen lebih rendah dibanding regulasi keperluan energi pada saat latihan yang berat. Hal ini berarti pula kecepatan resintesis ATP tidak dapat mengimbangi kecepatan penggunaannya. Begitu juga hidrogen dan NAD+(nikotinamida adenindinukleotida) tidak dapat diproses melalui rantai pernafasan, sedangkan untuk oksidasi didalam glikolisis sangat tergantung pada adanya NAD+   ini.

Kelelahan yang diderita akibat penumpukan asam laktat bukan merupakan petaka  bagi   atlet, sebab asam  laktat   merupakan  sumber  energi  kimia   yang  sangat bermanfaat. Jika oksigen sudah cukup kembali (melalui pertukaran gas) seperti pada saat pulih asal (recovery), atau pada saat intensitas latihan diturunkan atau dikurangi, maka hidrogen akan terikat ke asam laktat dan diangkut oleh NAD+ selanjutnya terjadilah oksidasi. Akibat dari mekanisme oksidasi ini maka asam laktat akan dikonversi menjadi asam piruvat dan dipergunakan sebagai sumber energi. Selengkapnya perhatikan reaksi Daur Cori.

Sistem Oksigen atau Sistem Aerobik

Rangkaian reaksi pada sistem ini berlangsung di dalam mitochondria atau disebut juga power houses, yaitu tempat sistem aerobik membuat energi ATP. Dengan adanya oksigen, 180 gram glikogen diurai menjadi karbondioksida(CO2) dan air (H2O) dan menghasilkan energi yang cukup untuk resintesis 39 mol ATP. Rangkaian reaksinya mirip dengan reaksi pada glikolisis anaerobik di dalam sel otot, khususnya di subseluler yang disebut mitochondria.

Ada tiga rangkaian reaksi utama dalam sistem aerobik yaitu (1) Glikolisis Aerobik, (2) Siklus Krebs, (3) Sistem Transport Elektron (STE).
glikolisis aerobik
Gambar 7. Glikolisis aerobik (aerobic glycolysis) dalam sel otot. (Dikutip dari buku: The Physiological Basis Of Exercise and Sport. 5th edition. Fox EL, Bowers, Foss ML, Iowa: Brown & Benchmark, 1993).

Glikolisis Aerobik

Glikolisis aerobik berarti penguraian glikogen secara sempurna dengan bantuan oksigen. Bedanya dengan glikolisis anaerobik terletak pada pencegahan akumulasi asam laktat oleh oksigen. Perbedaan yang nyata tampak pada akumulasi asam laktat. Pada glikolisis aerobik tidak terjadi penumpukan asam laktat karena adanya oksigen. Hal ini dikarenakan oleh adanya degradasi komplit dari glukosa menjadi CO2 dan H2O melalui proses oksidasi dalam Siklus Krebs dan Sistem Transport Elektron (STE). Dengan demikian selama glikolisis aerobik 180 gram glikogen dipecah/diurai menjadi 2 mol asam piruvat, dan cukup untuk melepaskan energi untuk resintesis 3 mol ATP. Rangkuman reaksi sistem ini adalah:
1.    (C6H1206) n-----► 2C3H4O3 + Energi
       (Glikogen)            (Asam piruvat)
2.    Energi + 3ADP + 3Pi-----► 3 ATP

Beta-oksidasi (Metabolisme Lemak)

Dalam kondisi-istirahat, sekitar dua-per-tiga energi kita berasal dari metabolisme lemak dan hanya satu-per-tiga berasal dari metabolisme karbohidrat. Selama latihan, ketergantungan terhadap lemak sebagai sumber utama asupan secara dramatis menyusut, khususnya di bawah kondisi pengunaan power yang tinggi, sebagai contoh; melempar, sprint, atau melompat. Akan tetapi, selama aktivitas dengan durasi panjang (lama), perpaduan penggunaan lemak dan karbohidrat menjadi sangat penting. "Perpaduan" bahan makanan bergantung pada intensitas dan durasi latihan, level pengkondisian atlet, serta diet dan status nutrisi atlet.

Tahap pertama penguraian lemak disebut Beta-oksidasi. Intinya, senyawa fatty acid "dispersiapkan" untuk masuk kedalam Siklus Krebs. Setelah itu, hasil akhirnya berlaku sama dengan glikogen; yaitu, air dan karbon dioksida terbentuk serta energi dilepaskan untuk resynthesis ATP. Tiap-tiap mole fatty acid yang telah teroksidasi menghasilkan cukup energi untuk resynthesize sekitar 140 mole ATP.

Karakteristik umum dari Sistem Energi

Karakteristik
Sistem ATP-PC
Sistem Asam Laktat
Sistem Oksigen
Kebutuhan Oksigen
Anaerobik
Anaerobik
Aerobik
Produksi ATP
Sangat cepat
Cepat
Lambat
Sumber energy
Kreatin fosfat
Glikogen
Glikogen, lemak, sedikit protein
Kapasitas produksi ATP
Sangat terbatas
Terbatas
Tidak terbatas
Kapasitas daya tahan
Rendah
Rendah
Tinggi
Produksi daya ledak
Sangat tinggi
Tinggi
Rendah sampai sedang
Tipe aktivitas
Explosive power
Aktivitas antara     1-3 menit
Daya tahan

Referensi 

Bompa TO, 1994. Theory and Methodology of Training. 2nd edition. Iowa: Kendall/Hunt Publishing Co.

Bompa TO, 2005. Periodization: Theory and Methodology of Training. 5nd edition. York University, Champaign: Human Kinetics Books.


Bouchard C, Stephart RJ, Stephen T, 1993. Physical Activity, Fitness and Heath Consensus Statement. Kingwood, South Australia: Human Kinetics Pub.


Bowers RW, 1992. Sport Physiology. 3nd edition. New York: Wm C Brown Pub.


Fox EL, Bowers, Foss ML, 1993. The Physiological Basis Of Exercise and Sport, 5th edition. Iowa: Brown & Benchmark.


Howley Edward T & Don Franks B, 2007. Fitness Profesional’s Handbook. 7nd edition. Unites Stated, Human Kinetics Pub.


Janssen PJM, 1989. Training Lactat Pulse Rate. Oulu Finland: Polar Electro Oy Pub.


Kent M, 1994. The Oxford Dictionary Sport Science and Medicine. New York: Oxford University Press.


Nieman DC, 1993. Fitness and Your Health. California: Bull Publishing Co.


Rushall BS and Pyke FS, 1992. Training for Sport and Fitness. Melbourne: The McMillan Co. of Austral ia PTY Ltd.


Shadiqin AR, 2001.Pengaruh Latihan Aerobik Intensif Interval Terhadap Respons Imun di Titik Defleksi Denyut Nadi, Program Pascasarjana, Unair-Surabaya.


Vander AJ, Sherman JH, Luciano DS, 2001. Human Physiology, 8th edition. New York: McGraw-Hill Book Co.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.