Header Ads

Analisis Tes Masuk Jurusan Pendidikan Olahraga di Perguruan Tinggi

A.    Teori Kemampuan Motorik
 Kemampuan adalah terjemahan dari kata ‘ability’ yang hampir sama dengan pengertian keterampilan, padahal dua kata ini mempunyai pengertian yang berbeda.  Seseorang ketika berolahraga haruslah mempunyai keterampilan dan kemampuan motorik yang sesuai dengan karakteristik olahraga tersebut. Artinya bahwa kemampuan motorik (gerak) merupakan unsur yang pokok untuk memenuhi penguasaan keerampilan gerak pada setiap cabang olahraga, apalagi tujuannya adalah untuk berprestasi, itu mutlak harus dipunyai oleh seorang atlit.
            Yang dapat mempengaruhi pencapaian prestasi, seperti menurut Lutan (13:1988) dalam buku Belajar Keterampilan Motorik Pengatar Teori dan Metode adalah “Faktor Eksogen dan Endogen.” Faktor eksogen adalah faktor yang secara langsung berkaitan dengan pelaksanaan latihan yang berkualitas, khususnya bagaimana latihan atau pengajaran diorganisasikan juga akan mempengaruhi pembebanan untuk meningkatkan prestasi. Beban latihan berkaitan langsung dengan tuntutan spesifik dari suatu cabang olahraga, ruang lingkup latihan, dan derajat kemampuan seseorang mentoleransi stress atau beban latihan. Beban latihan yang berat harus diikuti dengan rileksasi yang cukup. Latihan harus dilaksanakan dalam kondisi yang akan dijumpai dalam pertandingan dan kondisi yang memungkinkan pencapaian prestasi, termasuk penguasaan teknik olahraga yang bersangkutan dapat berlangsung seoptimal mungkin. Faktor endogen meliputi anatomi, fisiologi, dan system persyarafan berpengaruh langsung terhadap limit prestasi seseorang. Karakteristik dari setiap cabang olahraga tentu berbeda, namun demikian cirri-ciri fisik yang ideal tidaklah merupakan jaminan untuk mencapai standar prestasi tinggi, karena semua faktor tersebut merupakan pra kondisi untuk berprestasi.
Kemampuan keterampilan gerak atau motorik merupakan suatu tingkat (kapasitas) kemahiran atau penguasaan yang berkaitan erat dengan gerak anggota tubuh. Yang menjadi faktor utama dalam penguasaan unsur keterampilan kemampuan motorik adalah tergantung pada kemampuan dasar seseorang. Kemampuan seseorang itu akan berperan sebagai pengembangan penguasaan keterampilan gerak motorik menjadi tingkat mahir. Kemampuan motorik ini adalah proses dimana seorag individu mengembangkan kemampuan geraknya menjadi respon yang terkoordinasi, terkontrol dan teratur. Seperti menurut Schmidt, 1988 yang dikutif oleh Lutan (1988:38) abilitas semacam himpunan dari perlengkapan milik seseorang yang dipakai olehnya untuk melakukan suatu keterampilan motorik. Abilitas itulah yang menentukan baik buruknya suatu keterampilan motorik yang dapat dilakukannya. Jadi abilitas (kemampuan) kapabilitas kemampuan-kemampuan potensial yang menyokong keterampilan tertentu.
Ada juga yang disebut dengan Physical Proficiency Abilities atau yang disebut kemampuan tambahan lainnya yang berkaitan dengan aspek struktur badan atau fisik. (Fleishmen, 1964) mengidentifikasikannya sebagai berikut : Fleksibilitas Statis, Fleksibilitas Dinamis, Kekuatan Statis, Kekuatan Dinamis, Kekuatan Togok, Kekuatan Eksplosif, Koordinasi Badan, Keseimbangan Badan, dan Stamina (Daya Tahan Kardiovaskular). Kesembilan abilitas itu merupakan landasan bagi dimensi kesegaran jasmani, agaknya terpisah dengan abilitas yang membutuhkan keterampilan. Sedangkan komponen-komponen yang mempengaruhi gerakan pitching Motor ability, yang didalamnya terdapat kemampuan keseimbangan (balance), kecepatan reaksi (reaction speed), dan kinesthetic. Jadi untuk mengetahui ukuran diagnosis dari setiap faktor-faktor abilitas, maka penulis mendapat kesan bahwa abilitas atau kemampuan keterampilan umum dapat diukur dengan menggunakan metode General Motor Ability yaitu Barrow Motor Ability Test. Komponen yang diukur adalah sebagai berikut : (1) Standing Broad Jump, untuk mengukur power tungkai; (2) Softball Throw, untuk mengukur power lengan; (3) Zig-zag Run, untuk mengukur gerak kelincahan seseorang; (4) Wall Pass, untuk mengukur koordinasi mata dan tangan; (5) Medicine Ball Put Test, untuk mengukur power otot lengan; (6) Sprint 50 m, untuk mengukur kecepatan.

1.      Hakikat Belajar Gerak (Pitching)
            Belajar gerak dapat diartikan sebagai perubahan tempat, posisi, kecepatan tubuh atau bagian tubuh manusia yang terjadi dalam suatu dimensi ruang dan waktu serta dapat diamati secara objektif. seperti menurut Lutan (102:1988) dalam buku Belajar Keterampilan Motorik Pengatar Teori dan Metode adalah seperangkat yang bertalian dengan latihan atau pengalaman yang mengantarkan kearah perubahan yang permanen dalam prilaku terampil. Dalam belajar gerak, latihan merupakan suatu proses yang paling utama dalam rangka peguasaan keterampilan gerak.
            Dalam teori belajar gerak, kata yang diterjemahkan sebagai sinonim dari kata motor dan movement, dilihat dari pengertian kedua kata tersebut berbeda. Kata movement adalah gerak yang bersifat ekternal atau dari luar, sebagai cirinya adalah gerak ini mudah diamati. Sedangkan kata motor adalah gerak yang bersifat internal atau dari dalam, konstan dan sukar diamati. Gerakan ini dapat ditinjau dari segi yaitu dari segi ruang dan jarak dari system otot. Dilihat dari ruang dan jarak, gerakan ini dapat dibagi menjadi gerakan Lokomotor dan Non Lokomotor. Gerakan Lokomotor adalah gerakan yang menyebabkan terjadinya perpindahan tempat seperti berjalan, berlari, melompat, melangkah, skipping, dan sliding. Sedangkan gerakan Non Lokomotor adalah gerakan yang tidak menyebabkan perpindahan tempat, seperti bertepuk tangan, melenting, dan meliukkan badan. Ditinjau dari system otot, gerakan dapat dibagi menjadi tiga yaitu : (1) fleksi, (2) ektensi, (3) rotasi. Fleksi adalah gerakan kontraksi otot yang menyebabkan gerakan membengkok. Ektensi adalah gerakan yang meluruskan atau membentangkan yang berlawanan dengan fleksi. Rotasi adalah gerakan yang berputar dan yang gerakan yang menjadi dasar untuk ketangkasan gerak yang lebih kompleks. Gerakan-gerakan ini terjadi atas dasar gerakan refleks yang berhubungan dengan badannya, merupakan bawaan sejak lahir dan terjadi tanpa melalui latihan. Gerakan-gerakan fundamental adalah dibagi atas : (1) Gerakan Lokomotor, (2) Gerakan Non Lokomotor, dan (3) Gerakan Manipulatif.
            Jadi menurut kajian teori diatas, belajar pitching itu termasuk dalam gerakan manipulatif yaitu gerakan yang dilukiskan sebagai gerakan yang mempermainkan sebuah objek tertentu sebagai medianya diantaranya melemparkan bola ke sasaran atau target. Disamping itu gerakan pitching memerlukan gerak koordinasi yang kompleks antara lengan, mata, pinggang, dan kaki.

2.      Tes Kemampuan Motorik pada Calon Mahasiswa Baru
Tes khusus keterampilan olahraga yang baik, seharusnya memiliki dua fungsi, pertama berfungsi selektif, dan kedua berfungsi prediktif. Tes yang memiliki kemampuan prediktif yang tinggi, dimungkinkan akan dapat memprediksi keberhasilan mahasiswa dalam menempuh matakuliah sesuai dengan kurikulum. Tes khusus seharusnya tidak hanya diwakili oleh sebagian matakuliah, melainkan harus dapat mewakili komponen-komponen penting dari semua matakuliah teori dan praktik yang akan disajikan. Tes ACSPFT (Asian Committee on Standardization of Physical Fitness Test) dan tes kemampuan motorik umum secara teoritis telah memiliki kesahihan isi (content validity) yang dapat digunakan untuk mengukur keterampilan dasar calon mahasiswa PJKR, karena memiliki komponen- komponen penting dari semua matakuliah teori dan praktik yang ada. Sehingga tes ini layak digunakan sebagai butir tes khusus keterampilan olahraga.
Seleksi penerimaan mahasiswa calon mahasiswa PJKRdikenal dengan dua macam cara: Pertama melalui penelusuran minat, bakat dan kemampuan (PMDK), dan kedua melalui ujian tulis yang dilanjutkan dengan tes khusus keterampilan olahraga.
Tes khusus keterampilan olahraga, bukan sekedar syarat formal untuk menentukan jumlah mahasiswa yang dibutuhkan, tetapi harus berfungsi ganda yaitu:
(1) sebagai alat untuk menyeleksi calon mahasiswa yang berpotensi, dan
(2) tes tersebut harus mampu ditempuh dalam perkuliahan. Dengan demikian mahasiswa yang diterima benar-benar memiliki kemampuan dasar yang memadai untuk dapat menyelesaikan tugas-tugasnya secara baik sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Butir tes yang digunakan untuk menyeleksi calon mahasiswa PJKR, meliputi: (1) Tes aerobik bleep test, (2) tes dribble bola basket, (3) tes push up & sit up, (4) tes dribble sepakbola, dan (5) tes renang.

B.     Tujuan Pengukuran Dan Evaluasi
Penentuan calon mahasiswa baru yang layak diterima di PJKR, selama ini selalu dilakukan melalui tes. Tes tersebut dilakukan untuk mengumpulkan data tentang keterampilan motorik awal yang telah dimiliki calon mahasiswa sebelum mengikuti perkuliahan. Menurut Scott (19S9) pengukuran dapat menggunakan banyak cara diantaranya dengan menggunakan tes, yang bertujuan untuk menentukan status siswa dan tingkat kemampuan yang telah dimiliki. Verducci (1980); Kirkendall (1980); dan Safrit (1981) mengemukakan tujuan pengukuran dan evaluasi antara lain:
(1) menentukan kedudukan siswa secara obyektif,
(2) pengelompokan siswa sesuai dengan kemampuan,
(3) mengarahkan siswa sesuai dengan program,
(4) memprediksi tingkat kemampuan,
(5) menentukan prestasi,
(6) mengetahui sejumlah ciri khusus kemajuan siswa,
(7) memotivasi siswa,
(8) penentuan kelas, dan
(9) mengevaluasi pengajaran.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak tujuan pengukuran dan evaluasi. Dan salah satu tujuan pengukuran adalah melakukan seleksi, seperti juga tes khusus keterampilan olahraga pada PJKR. Tes khusus keterampilan olahraga di samping berfungsi sebagai  alat seleksi sekaligus juga dapat berfungsi sebagai prediksi terhadap hasil belajar berdasarkan kemampuan motorik yang telah dimiliki sebelum mengikuti perkuliahan.

C.    Kriteria Penyusunan Tes
Penyusunan suatu tes keterampilan olahraga harus memenuhi berapa persyaratan. Para ahli menyatakan persyaratan tersebut meliputi: kesahihan (validity), keajegan atau keterandalan (reliability), objektif, ekonomis, menarik, dan dapat dilaksanakan. (Kirkendall, 1980); (Abdullah, 1988); (Arikunto, 1991).
Suatu alat tes yang sahih berarti alat tes tersebut akan mengukur apa yang seharusnya diukur.
 (Safrit, 1981); (Kirkendall, 1980). Alat tes memiliki keterandalan atau keajegan yang tinggi apabila alat tes tersebut mengukur secara tetap dan apa yang diukur (Kirkendall, 1980; Safrit, 1981; Abdullah, 1988) dan alat tes tersebut dikatakan obyektif apabila tes tersebut dilakukan oleh beberapa orang, memperoleh hasil yang sama atau hampir sama (Kirkendall, 1980).
Secara garis besar kesahihan dapat dibagi menjadi dua jenis: pertama logika (logical validity) terdiri dan kesahihan isi (content validity) dan konsep (construct validity) dan kedua kesahihan statistik (statistical validity) yang terdiri dan kesahihan kriterion (criterion validity) dan sahihan ramalan (predictive validity) (Ary, 1979; Kirkendall, 1980; Safrit, 1981; Abdullah, 1988; dan Arikunto, 1991). Tes khusus keterampilan olahraga yang memiliki kemampuan prediksi yang tinggi akan mampu memprediksi hasil belajar yang akan dicapai calon mahasiswa selama mengikuti perkuliahan. Kesahihan prediksi yang tinggi dan suatu tes ditunjukkan oleh derajat kesahihan yang berapa koefisien korelasi yang tinggi. Derajat kesahihan prediksi suatu tes merupakan hasil koefisien korelasi antara nilai tes khusus keterampilan olahraga dengan nilai matakuliah teori dan praktik yang disajikan. Koefisien korelasi tersebut akan berguna menurut Bloom (1976); Mathews, (1976); dan Kirkendall, (1980) apabila r > 0,70. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah, bahwa suatu korelasi akan memiliki makna apabila memiliki koefisien korelasi lebih besar dari 0,70 (r > 0,70). Selain tuntutan koefisien korelasi yang tinggi sesuai dengan ketentuan yang ada, syarat lain yang harus dipenuhi adalah variabel yang dikorelasikan harus memiliki hubungan fungsional agar kofisien korelasi yang diperoleh memiliki makna, variabel yang diambil sebagai butir tes merupakan faktor penting yang telah teruji secara teoritis maupun empiris. 

1.      Sifat Tes Keterampilan
Montoye (1978) mengemukakan tes keterampilan olahraga memiliki sifat-sifat sebagai berikut: (a) Tes keterampilan olahraga harus dapat membedakan tingkat kemampuan dari orang coba. (b) Tes keterampilan olahraga ditekankan pada kemampuan untuk menampilkan dasar keterampilan olahraga, dan bukan hanya menghitung banyaknya variabel yang mempengaruhi permainan dalam situasi pertandingan. (c) Semua tes keterampilan olahraga memerlukan tingkat kekuatan dan daya tahan, sehingga butir-butir tes yang ada harus memperlihatkan elemen-elemen yang penting. (d) Sejak munculnya tes kemampuan motorik, banyak guru-guru pendidikan jasmani telah terpedaya dan membandingkan tes kemampuan motorik secara umum dengan tes IQ (Intelegencia Question) dari para ahli psikologi. Tetapi dalam kenyataannya sampai sekarang tidak demikian. Contoh: Keterampilan senam tidak dapat dibandingkan dengan kemampuan shootingdalam bolabasket, (e) Beberapa kualitas utama seperti kecepatan, keseimbangan dan koordinasi secara umum sesuai dengan variasi cabang olahraga tertentu. 

2.      Kriteria Tes Keterampilan Olahraga yang Baik
Scott (1959) menyatakan kriteria tes keterampilan olahraga meliputi:
(a) tes harus mengukur kemampuan yang penting,
(b) tes harus menyerupai situasi permainan yang sesungguhnya,
(c) tes harus mendorong bentuk permainan yang baik,
(d) tes hanya melibatkan satu orang saja,
(e) tes yang dilakukan harus menarik dan berarti,
(f) tes harus dapat membedakan tingkat kemampuan,
(g) tes harus dapat menunjang penskoran yang baik,
(h) tes harus dapat dinilai sebagian dengan menggunakan statistik,
(i) tes yang akan digunakan harus memberikan cukup percobaan,
(j) tes harus memberikan makna untuk interpretasi penampilan.
Kriteria tes yang baik menurut Montoye (1988) adalah sebagai berikut: (a) hanya melibatkan satu orang pelaku, (b) teknik pengukuran dapat dilakukan dengan mudah dan teliti (akurat), (c) variabel-variabel yang tidak ada hubungannya dengan tes dibatasi seminim mungkin, (d) tes keterampilan harus disusun secara sederhana, (e) bentuk tes keterampilan dan teknik yang dilakukan harus mendekati sama dengan situasi permainan yang sesungguhnya, (f) tes yang diberikan harus sesuai dengan tingkat perbedaan, (g) tes yang akan digunakan harus sesuai dengan tingkatan yang ada, (h) tes dilakukan secara menyeluruh dan teliti sesuai dengan instruksi, (i) tes yang digunakan harus memenuhi prinsip-prinsip kesahihan, reliabilitas, dan obyektifitas.
Untuk memilih keterampilan dasar yang akan digunakan sebagai butir tes, menurut Montoye (1988), dapat dimulai dengan melakukan observasi secara subjektif dalam suatu pertandingan olahraga, hasil observasi ditabulasikan secara obyektif. Selain dengan observasi juga dapat dicari melalui studi literatur, opini para ahli dan sebagainya.
Kesimpulan dari pendapat di depan bahwa tes keterampilan yang baik adalah:
(a) tes harus mengukur kemampuan yang penting,
(b) tes harus menyerupai situasi permainan yang sesungguhnya,
(c) tes harus mendorong bentuk permainan yang baik, dilaksanakan secara menyeluruh dan teliti sesuai dengan instruksi,
(d) tes hanya melibatkan satu orang saja,
(e) tes yang dilakukan harus menarik dan berarti,
(f) tes harus dapat membedakan tingkat kemampuan,
(g) tes harus dapat menunjang penskoran yang baik,
(h) tes yang akan digunakan harus memberikan cukup percobaan,
(i) tes harus memberikan makna untuk interpretasi penampilan,
(j) teknik pengukuran dapat dilakukan dengan mudah dan teliti (akurat),
(k) tes yang digunakan harus memenuhi prinsip-prinsip kesahihan, keajegan (reliabilitas), dan keobyektifian. 

D.    Hakikat Tes Khusus Keterampilan Olahraga
Tes khusus keterampilan olahraga selain berfungsi sebagai syarat formal untuk mengukur kemampuan awal keterampilan motorik calon mahasiswa, selayaknya juga mampu menjaring calon mahasiswa juga benar-benar berkualitas. Kalau kualitas sebagai tuntutan, maka konsekuensinya alat ukur yang digunakan (butir tes) harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (valid).
Terdapat beberapa macam kesahihan yang dapat digunakan sebagai kriteria untuk memilih butir tes, salah satunya adalah kesahihan isi (content validyty). Butir tes khusus keterampilan olahraga seharusnya disusun berdasarkan kesahihan isi dengan menganalisis semua matakuliah teori dan praktik yang akan disajikan. Analisis tersebut dimaksudkan untuk menemukan komponen-komponen penting yang dimiliki setiap matakuliah sebagai butir tes. Dengan demikian butir tes yang digunakan bukan hanya mewakili beberapa cabang olahraga tertentu, melainkan benar-benar dapat mewakili seluruh matakuliah teori dan praktik yang akan disajikan sesuai dengan kurikulum. Butir tes yaag disusun dari komponen-komponen penting yang dimiliki setiap matakuliah teori dan praktik, secara teoritis telah mencerminkan isi dari matakuliah yang akan disajikan, dan ini berarti tes tersebut telah berfungsi ganda, sebagai seleksi dan sebagai prediksi.
Tingkat keterampilan motorik awal yang telah dimiliki calon mahasiswa merupakan faktor penting yang turut menentukan keberhasilan calon mahasiswa tersebut dalam mengikuti matakuliah teori dan praktik. Hal ini selaras dengan teori belajar motorik yang dikemukan Oxendine (1984) dan Schmidt (1988) yang mengemukakan bahwa perubahan perilaku motorik sebagai akibat dari latihan dan pengalaman. Hurlock (1990) menyatakan keterampilan yang dipelajari dengan waktu dan usaha yang sama oleh orang yang sudah siap, akan lebih unggul dari pada orang yang belum siap untuk belajar. Konsep transfer of trainingdari Thorndike (dalam Winarno, 1994) dikemukakan bahwa transfer belajar akan terjadi apabila hal-hal lama yang telah dipelajari, memiliki unsur-unsur yang identik dengan unsur-unsur baru yang dipelajari.
Penyusunan butir tes khusus keterampilan olahraga yang digunakan harus benar-benar merupakan dasar dari semua matakuliah teori dan praktik yang akan disajikan sesuai dengan kurikulum, sehingga calon mahasiswa yang memperoleh basil tes khusus keterampilan olahraga yang tinggi, akan mampu menyelesaikan tugas-tugas matakuliah dengan lebih hagus dibandingkan dengan calon mahasiswa yang memperoleh hasil tes khusus keterampilan olahraga rendah.
Butir tes khusus keterampilan olahraga yang digunakan dalam seleksi calon mahasiswa baru PJKR meliputi: (1) Tes aerobik lari 2,4 km, (2) tes shooting bola basket, (3) tes passing bola voli, (4) tes dribble sepakbola, dan (5) tes renang. Berdasarkan butir tes yang ada ternyata hanya mewakili lima matakuliah, dengan demikian secara teoritis berdasarkan kesahihan isi (content validity) tes tersebut belum mencerminkan seluruh matakuliah teori dan praktik yang disajikan dalam kurikulum. Hasil analisis tes khusus keterampilan olahraga, dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Tes Khusus Keterampilan Olahraga PJKR.
Konstruk
Materi
Indikator
Tes keterampilan
Aerobik Bleep Test
Daya tahan kardiovaskuler
Dribble Bolabasket
Kelincahan
Push Up & Sit Up
Daya Tahan Otot Lengan
Daya Tahan Otot Perut
Drible Sepakbola
Kelincahan
Koordinasi mata-kaki

E.     Komponen-Komponen Penting Matakuliah Teori Dan Praktik
Dari seluruh matakuliah teori dan praktik yang akan disajikan, untuk kegiatan praktiknya, apabila ditinjau dan sistem energi yang digunakan, maka akan menggunakan sistem energi mulai dari anaerobik sampai aerobik. (Fox, 1984). Pate Russel R. dkk. (1984) mengemukakan, terdapat beberapa komponen penting yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan dalam melakukan olahraga. Komponen-komponen tersebut meliputi:
(a) kekuatan otot,
(b) ketahanan otot,
(c) power anaerobik,
(d) kapasitas anaerobik,
(e) daya tahan kanbonspiratory,
(f) kelentukan, dan
(g) komposisi tubuh.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa tidak semua cabang olahraga yang ada memerlukan komponen tersebut dengan persentase yang sama. Untuk cabang olahraga bolavoli kekuatan otot merupakan komponen yang sangat penting, tetapi untuk lari jarak jauh komponen tersebut dianggap tidak penting.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa calon mahasiswa yang mengambil PJKR harus memiliki: kekuatan otot, kecepatan, ketepatan, kelentukan, daya tahan otot, daya tahan kardiovaskuler, kapasitas anaerobik, kelincahan, keseimbangan, koordinasi dan daya ledak yang memadai, karena komponten-komponen tersebut merupakan faktor penting yang dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan matakuliah teori dan praktik yang akan disajikan.
Mengingat komponen-komponen tersebut merupakan bagian penting yang dapat membantu keberhasilan belajar, makin lengkap komponen tersebut dipunyai calon mahasiswa dengan kualitas yang tinggi, maka sangat memungkinkan mampu memprediksi keberhasilan belajar calon mahasiswa. Dengan demikian butir-butir tes khusus keterampilan olahraga seharusnya mengacu pada komponen tersebut, bukan kepada matakuliah tertentu seperti yang telah dilakukan selama ini.
Apabila unsur-unsur di atas digunakan sebagai acuan, maka terdapat beberapa alternatif tes khusus keterampilan olahraga yang dapat digunakan, diantaranya adalah: (1) Tes Asian Committee on Standardization of Physical Fitness Test (ACSPFT) untuk mahasiswa dan taruma yang telah dimodifikasi oleh Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi (1977). Dan (2) tes keterampilan motorik umum dari Scott dan Barrow (dalam Kirkendall, 1980).
Analisis komponen penting tes ACSPFT sebagai indikator terhadap tingkat kesegaran jasmani seorang calon mahasiswa dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Analisi Komponen ACSPFT.
Konstruk
Materi
Indikator Kesegaran Jasmani



Tes ACSPFT



Lari cepat 50 m
Kecepatan
Lompat jauh tanpa awalan
Daya ledak
Bergantung angkat badan/siku
Kekuatan otot lengan
Lari hilir mudik 4 x 10 m
Kelincahan
Baring duduk 30 detik
Kekuatan otot perut
Lentuk togok kemuka
Kelentukan
Lari jauh:
Daya tahan aerobic
1000 meter putera
800 meter puteri

Tingkat kesegaran jasmani yang diukur menggunakan tes ACSPFT bukan hanya kemampuan kardiovaskulernya saja, melainkan juga kemampuan otot. Indikator kesegaran jasmani dengan menggunakan tes ACSPFT meliputi: kecepatan, daya ledak, kekuatan otot lengan, kekuatan otot perut, kelincahan, kelentukan dan daya tahan aerobik.
Tes Kemampuan Motorik Umum terdapat beberapa macam, diantaranya adalah tes kemampuan motorik umum dari Scott yang dapat digunakan untuk siswa SLTA putri dan mahasiswa putri, dan tes kemampuan motorik umum dari Barrow untuk mengukur kemampuan motorik siswa SLTA putra dan mahasiswa putra. Komponen-komponen penting yang dapat diukur dengan menggunakan tes kemampuan motorik umum ini meliputi: kecepatan, kekuatan otot dan daya tahan, daya ledak, kinestesis, koordinasi mata dan tangan, koordinasi mata dan kaki, kelincahan, kelentukan, dan ketepatan.
Butir-butir tes kemampuan motorik umum dari Scott meliputi: Lari belak-belok dengan rintangan (obstacle race), melempar bola basket, lompat jauh tanpa awalan, wall pass, dan lari cepat selama 4 detik. Dan butir-butir tes kemampuan motorik umum yang dikembangkan Barrow meliputi: Lompat jauh tanpa awalan, melempar bola softball, lari belak-belok (Zigzag run), wall pass, medicine ball put, dan lari cepat 60 yard (dalam Kirkendall, 1980). Analisis komponen penting tes kemampuan motorik umum dari Scott dan Barrow dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Tes Kemampuan Motorik Umum Dari Scott Dan Barrow.
Konstruk
Materi
Indikator
Tes kemampuan motorik umum 
dari Scott
Obstacel race
Kelincahan
Melempar bolabasket
Kekuatan otot
Lompat jauh tanpa awalan
Daya ledak
Kekuatan otot
Wall pass.
Ketepatan
Lari cepat selama empat detik
Kecepatan
Lompat jauh tanpa awalan
Daya ledak
Kekuatan otot
Tes kemampuan motorik umum 
dari Barrow
Melempar bola softball
Kekuaran otot
Zigzag run
Kelincahan
Wall pass
Ketepatan
Medicine ball put
Kekuatan otot
Lari cepat 60 yard
Kecepatan

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.